Selasa, 03 Juli 2012

TAHAPAN-TAHAPAN DAKWAH ISLAM MASA HIDUP NABI MUHAMMAD SAW

TAHAPAN-TAHAPAN DAKWAH ISLAM MASA HIDUP NABI MUHAMMAD SAW. Bagian Kedua

Didin Faqihuddin
Alumnus Fakultas Adab UIN Jakarta-PPS. UIN Bandung
Dakwah Secara Terang-terangan
Ibnu Hisyam dalam kitab Sirah-nya menulis bahwa ketika sudah banyak penduduk Mekkah, baik laki-laki maupun perempuan, yang telah memeluk Islam, maka nama “Islam” mulai banyak disebut orang di Mekkah. Maka Allah kemudian memerintahkan kepada Nabi Muhammad untuk menyampaikan dakwah Islam secara terang-terangan. Masa antara Nabi menyampaikan dakwah secara sembunyi-sembunyi dengan datangnya perintah Allah untuk melakukan dakwah secara terang-terangan adalah tiga tahun sejak pengangkatannya sebagai rasul. Allah berfirman: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik”. (QS. al-Hijr [15]: 94) juga: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (QS. al-Syu’ara [26]: 214)
Setelah itu, Nabi langsung merespon perintah Allah ini dengan menaiki puncak bukit Shafa dan menyeru: “Wahai Bani Fahr, wahai Bani ‘Uday”, sampai kemudian orang-orang berkumpul. Mereka yang tidak sempat hadir, mengirim utusan untuk mengetahui apa yang terjadi. Nabi mulai berkata: “Bagaimana pendapat kalian sekiranya aku kabarkan  bahwa di sebelah bukit ini ada satu pasukan yang hendak menyerang kalian, apakah kalian percaya?” Mereka menjawab: “ Kami tidak sekalipun pernah melihat engkau berdusta”. Nabi Muhammad lalu berkata: “Aku memperingatkan kalian dari azab yang sangat pedih”. Tiba-tiba Abu Lahab memaki: “Celaka engkau hai Muhammad sepanjang hari ini. Apakah cuma untuk ini, kamu mengundang kami semua?” Tidak lama setelah peristiwa ini, turunlah Surat al-Lahab.
Setelah itu Nabi turun, dan dalam rangka merespon perintah QS. al-Syu’ara [26]: 214, beliau lalu mengumpulkan keluarganya dan berkata: “Wahai Bani Ka’b bin Lua’ay, jagalah diri kalian dari api neraka; Wahai Bani Abdi Syams, jagalah diri kalian dari api neraka; Wahai Bani Abdi Manaf, jagalah diri kalian dari api neraka; Wahai Bani Abdil Muththalib, jagalah diri kalian dari api neraka; Wahai Fatimah, jagalah dirimu dari apai neraka, karena sesunggunya aku tidak memiliki apa-apa untuk membantu kalian di hadapan Allah”.
Respon yang diberikan oleh orang-orang Quraisy terhadap dakwah Nabi Muhammad yang sudah terang-terangan ini adalah respon negatif. Mereka beralasan tidak bisa meninggalkan keyakinan yang telah mereka wariskan secara turun temurun. Dalam hal ini, Nabi mengingatkan mereka untuk membebaskan pikiran mereka dari belenggu tradisi taklid buta, untuk kemudian beralih menggunakan akal sehat mereka. Nabi Muhammad mengingatkan bahwa patung-patung yang mereka sembah itu sama sekali tidak memberikan manfaat atau mudharat apapun bagi kehidupan mereka. Pewarisan terhadap nenek moyang untuk menyembah patung-patung itu bukanlah alasan bagi mereka untuk menerimanya tanpa reserve. Alquran menyinggung hal ini demikian: “Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul”. mereka menjawab: “Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya”. dan Apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS. al-Maidah [5]: 104)
Manakala orang-orang Arab itu melihat Nabi Muhammad (baca: Alquran) mendeskripsikan ibadah mereka hanya sekedar taklid buta, apalgi nenek moyang mereka disebut-sebut sebagai orang-orang tidak berakal, merekapun menjadi marah dan mulai memusuhi Nabi Muhammad. Wallahu A’lam.
Palu, 19 November 2010
Kampus STAIN Datokarama
Referensi: Fiqh al-Sirah, Said Ramdhan al-Bhuthi

TAHAPAN-TAHAPAN DAKWAH ISLAM MASA HIDUP NABI MUHAMMAD SAW.

TAHAPAN-TAHAPAN DAKWAH ISLAM MASA HIDUP NABI MUHAMMAD SAW. Bagian Pertama

Didin Faqihuddin
Alumnus Pondok Pesantren Darul Amal Buni Bakti Bekasi
Ada empat tahap dakwah yang berlangsung selama kehidupan Nabi Muhammad saw., yaitu: 1) dakwah secara rahasia yang berlangsung selama tiga tahun; 2) dakwah secara terang-terangan (dengan lisan saja) yang berlangsung sampai terjadinya peristiwa hijrah; 3) dakwah secara terang-terangan diikuti dengan memerangi orang-orang yang memulai permusuhan terhadap umat Islam. Ini berlangsung sampai terjadinya perjanjian Hudaibiyah; dan 4) dakwah secara terang-terangan diikuti dengan peperangan terhadap orang-orang yang hendak mematikan dakwah Islam dari kalangan musyrik, atheis dan pagan.
Dakwah Secara Rahasia
Nabi Muhammad mulai merespon perintah Allah dengan menyampakan dakwah hanya menyembah Allah dan meninggalkan penyembahan berhala. Akan tetapi Nabi melakukan ini secara diam-diam, untuk menghindari kekagetan orang-orang Quraisy yang sangat fanatik terhadap kesyirikan dan paganismenya. Nabi Muhammad tidak melakukan dakwahnya di ruang-ruang umum masyarakat Quraisy. Beliau juga tidak menyampakan dakwahnya kecuali kepada mereka yang mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat dekat, atau mereka yang sebelumnya sudah sangat mengenal Muhammad.
Di antara orang-orang yang paling pertama masuk ke dalam agama Islam adalah: Khadijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar bi Abi Qahafah, Utsman bin Affan, Zubair bin ‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Awuf, Sa’d bin Abi Waqash, dlsb.
Mereka ini bertemu dengan Nabi Muhammad secara sembunyi-sembunyi. Jika salah seorang di antara mereka hendak melaksanakan ibadah, maka mereka pergi ke balik bukit Mekah untuk menghindari penglihatan orang-orang Quraisy.
Ketika pemeluk Islam semakin banyak (di atas 30 orang) maka Nabi memilih rumah salah seorang mereka untuk tempat belajar Islam. Pilihan jatuh kepada al-Arqam bin Abi al-Arqam. Para sahabat diminta untuk datang ke rumah al-Arqam untuk belajar agama Islam. Hasilnya adalah selama masa ini, ada sekitar40 orang yang menyatakan diri masuk ke dalam pangkuan Islam.
Nabi Muhammad pada awal dakwah memang melakukannya secara diam-diam dan rahasia. Sebenarnya ini bukan karena ia takut akan keselamatan dirinya. Rasul sadar bahwa ketika Allah memerintahkannya untuk menyampaikan dakwahnya (ingat QS. al-Mudatsir!) maka dia adalah utusan kepada seluruh manusia. Oleh karena itu ia yakin bahwa Tuhanlah yang telah mengutusnya dan Dialah yang akan membantu dan menolongnya.
Allah memang memerintahkan Muhammad agar memulai dakwahnya secara rahasia, dan jangan menyampaikannya kecuali kepada orang yang kuat diduga akan menerimanya. Ini tentu menjadi pelajaran bag para pegiat dakwah zaman ini untuk memperhatikan lingkungan sekitar dan berbagai sarana yang
dapat digunakan untuk menyampaikan misi dakwahnya.
Dari sini dapat dipahami bahwa metode dakwah Nabi Muhammad saw. pada masa ini memiliki segi politik syar’iyah dengan kedudukan beliau sebagai seorang pemimpin. Apa yang dilakukan Nabi Muhammad di awal-awal dakwahnya bukan dalam kapasitas dia sebagai seorang nabi.
Oleh karena itu, para pelaku dakwah di setiap masa bisa menggunakan metode fleksibel dalam melaksanakan dakwahnya: apakah secara rahasia atau pun terang-terangan; apakah dengan kelemah lembutan atau penuh ketegasan sesuai dengan tuntutan kondisi yang ada. Cara fleksibel ini sudah ada contohnya pada tahapan-tahapan dakwah Nabi Muhammad yang telah disebutkan di awal tulisan ni.
Sejarah Nabi Muhammad juga memperlihatkan bahwa kebanyakan orang yang masuk Islam pada masa awal dakwah beliau adalah orang-orang miskin dan duafa. Apa hikmahnya, dan apa rahasia di balik terbangunnya negara Islam dengan konstituen fakir miskin seperti itu?
Jawabannya adalah bahwa fenomena seperti itu merupakan keumuman dakwah para nabi. Maksudnya bahwa dakwah para nabi sebelum Muhammad pun selalu saja pada mulanya direspon oleh orang-orang miskin dan lemah. Pada masa Nabi Nuh as. kita misalnya membaca di Alquran bahwa masyarakat di mana beliau hidup memperolok pengikut Nuh sebagai orang-orang hina: “Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta” (QS. Hud : 27). Demikian pula dengan Nabi Musa as. yang pengikutnya Allah gambarkan sebagai kaum tertindas: “Dan Kami pusakakan kepada kaum yang telah ditindas itu, negeri-negeri bahagian timur bumi dan bahagian baratnya yang telah Kami beri berkah padanya.” (QS. al-A’raf : 137). Tentang Nabi Soleh, Alquran menyebutkan: “Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: “Tahukah kamu bahwa Shaleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?.” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu.” (QS. al-A’raf : 75-76).
Rahasia di balik itu adalah bahwa hakekat dari agama yang Allah turunkan melalui para rasulNya adalah keluar dari belenggu kekuasaan manusia menuju kekuasaan Allah semata. Agama yang Allah turunkan adalah antitesis sistem eksploitasi manusia atas manusia. Ia adalah ajaran-ajaran yang ingin memanusiakan manusia. Hakekat seperti ini terlihat dengan jelas dalam dialog yang terjadi antara Rustam, sang komandan pasukan Persia, dengan Rabi’ bin ‘Amir dalam pertempuran Qadisiah.
Rustam: “Apa yang mendorong kalian untuk memerangi kami?”
Rabi’: “Kami ingin membebaskan manusia dari penyembahan terhadap sesama manusia kepada penyembahan terhadap Allah semata”.
Rabi’ kemudian menyapukan pandangannya ke orang-orang di sekeliling Rustam, lalu berkata: “Aku tidak pernah melihat suatu kaum yang lebih buruk dari kalian. Kami, umat Islam, tidak pernah mengeksploitasi satu sama lain. Sementara kalian, bukankah sebagian kalian menjadikan dirinya tuhan bagi sebagian yang lain?”
Serentak orang-orang di sekeliling Rustam menoleh ke arah Rabi’ dan berkata: “Anda benar hai orang Arab”.
Sementara bagi para pemimpin Persia, ucapan Rabi’ itu bagaikan petir di siang bolong. Mereka berkata pada temannya: “dia (Rabi’) telah mengucapkan sesuatu yang membuat budak-budak kita tertarik padanya”. Wallahu A’lam
Bersambung…..
Palu, 28 Pebruari 2010
Kampus STAIN Datokarama
Referensi: Muhammad Said Ramdhan al-Buthi / Fiqh al-Sirah

Keteguhan Hati Rasullulloh SAW

Sepeninggal Abu Thalib, gangguan kafir Quraisy terhadap Rasulullah SAW semakin besar. Beliau pun berniat untuk meninggalkan Makkah dan pergi ke Tha’if. Beliau berharap akan memperoleh dukungan penduduk setempat dan akan menyambut baik ajakan beliau untuk memeluk agama Islam. Tak lama kemudian, beliau bersama Zaid bin Haritsah, anak angkat beliau, pergi ke Tha’if.
Kabilah terbesar di Tha’if adalah Bani Tsaqif, kabilah yang berkuasa serta mempunyai kekuatan fisik dan ekonomi yang cukup memadai. Mengetahui akan hal ini, Rasulullah SAW menemui pemimpin Bani Tsaqif yang terdiri dari tiga bersaudara. Rasulullah SAW menyampaikan maksud kedatangan beliau dan mengajak mereka untuk memeluk Islam dan tidak menyembah kepada selain Allah SWT. Namun jawaban dari mereka sungguh di luar harapan beliau.
Salah satu dari mereka berkata, “Apakah Allah tidak dapat memperoleh seseorang untuk diutus selain engkau?”
Yang lainnya berkata, “Kami hidup turun-temurun di sini. Tiada kesusahan atau pun penderitaan. Hidup kami makmur, serba berkecukupan. Kami merasa senang dan bahagia. Oleh sebab itu, kami tak perlu agamamu. Juga tidak perlu dengan segala ajaranmu. Kami pun punya Tuhan yang bernama Al-Latta, yang memiliki kekuatan melebihi berhala Hubal di Ka’bah. Buktinya dia telah memberikan kesenangan di sini dengan segala kemewahan dan kekayaan yang kami miliki.”
Yang lainnya lagi berkata, “Jauh berbeda dengan ajaran yang kalian tawarkan. Penuh siksaan dan daerah yang selalu penuh dengan derita. Jelas kami menolak ajaran kalian. Bila tidak, akan menimbulkan malapetaka bagi penduduk kami di sini.”
Mendengar jawaban mereka, Rasulullah SAW berkata, “Jika memang demikian, kami pun tidak memaksa. Maaf kalau telah mengganggu kalian. Kami mohon diri.”
Mereka berkata lagi, “Pergilah kalian cepat-cepat dari sini! Sebelum kalian menyebarkan bencana besar bagi penduduk di sini. Kedatangan kalian ke sini tak bisa kami diamkan begitu saja. Mau tak mau kami harus melaporkan hal ini kepada pemimpin Bani Quraisy di Makkah sebagai mitra kami. Kami tidak ingin berkhianat kepada mereka.”
Maka Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah keluar dari rumah para pemimpin Bani Tsaqif itu. Akan tetapi, para pemimpin Bani Tsaqif tidak membiarkan mereka berdua pergi begitu saja. Di luar rumah para pemimpin tersebut, Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah dihadang oleh sekelompok penduduk kota Tha’if yang tidak ramah. Bahkan di antara kelompok itu ada beberapa anak kecil. Dengan satu aba-aba dari seseorang, sekelompok penduduk itu pun melempari Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah dengan batu. Zaid bin Haritsah berusaha melindungi Rasulullah SAW sambil pergi dari tempat itu. Mereka berdua terluka akibat lemparan-lemparan itu.
Setelah agak jauh dari kota Tha’if, Rasulullah berteduh dekat sebuah pohon sambil membersihkan luka-luka mereka. Ketika  sudah tenang, Rasulullah SAW mengangkat kepala menengadah ke atas, ia hanyut dalam suatu doa yang berisi pengaduan yang sangat mengharukan:
“Allahumma ya Allah, kepadaMu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kemampuanku serta kehinaan diriku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Mahapengasih Mahapenyayang. Engkaulah yang melindungi si lemah, dan Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Kauserahkan diriku? Kepada orang jauh yang berwajah muram kepadaku? atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Aku tidak peduli selama Engkau tidak murka kepadaku. Sungguh luas kenikmatan yang Kaulimpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada Nur Wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan membawakan kebaikan bagi dunia dan akhirat. Janganlah Engkau timpakan kemurkaanMu kepadaku. Engkaulah yang berhak menegur hingga berkenan pada-Mu. Dan tiada daya upaya kecuali dengan Engkau.”
Kemudian Allah SWT mengutus Jibril untuk menghampiri beliau. Jibril berkata, “Allah mengetahui apa yang telah terjadi di antara kamu dan penduduk kota Tha’if. Dia telah menyediakan malaikat di gunung-gunung di sini untuk menjalankan perintahmu. Jika engkau mau, maka malaikat-malaikat itu akan menabrakkan gunung-gunung itu hingga penduduk kota itu akan binasa. Atau engkau sebutkan saja suatu hukuman bagi penduduk kota itu.”
Setelah mendapatkan hinaan dan lemparan batu yang demikian menyakitkan, kemudian mendapat tawaran luar biasa dari Jibril, apa jawaban Rasulullah SAW? Ia malah terkejut dengan tawaran tersebut, lalu menjawab Jibril, “Walaupun orang-orang ini tidak menerima ajaran Islam, tidak mengapa. Aku berharap dengan kehendak Allah, anak-anak mereka pada suatu masa nanti akan menyembah Allah dan berbakti kepada-Nya.
Demikianlah kelembutan hati Rasulullah SAW. Dia manusia, tapi tak seperti manusia. Begitu mulianya pengorbanan beliau. Walaupun halangan menimpa, namun hatinya tetap tabah, penuh kelembutan dan kasih sayang. Betapa kejinya orang-orang yang menghina manusia mulia ini. Betapa jahatnya orang-orang yang menyakiti beliau. Termasuk kita..
Begitu mudahnya kita menyakiti perasaan beliau dengan meninggalkan ajarannya. Tidak tahukah kita, bahwa setiap hari, amal-amal kita akan dihadapkan kepada Rasulullah SAW? Jika amal itu baik, maka beliau pun bergembira dan bersyukur. Jika amal itu buruk, maka beliau dengan kelembutannya memohonkan ampunan kepada Allah bagi kita. Adakah pemimpin lain yang selalu memikirkan umatnya dari sejak di dunia hingga di kehidupan berikutnya selain Rasulullah SAW?
Ya Allah, ampuni kami.. Ya Rasulullah, maafkan kami…
alhamdulillahirabbilalaminReferensi:
http://alkisah.web.id/2010/03/kelembutan-sang-rasul.html

Keteguhan Hati Rasullulloh

Pada masa-masa awal dakwah Rasulullah SAW di Mekkah, terjadi kegelisahan di antara kaum Quraisy akibat syiar Islam yang gencar disampaikan Rasulullah SAW. Saat itu, Rasulullah SAW ditakdirkan Allah SWT berada di bawah lindungan pamannya, Abu Thalib, yang merupakan salah satu tokoh Quraisy yang disegani.
Demi tujuan melenyapkan cahaya Islam, akhirnya kaum kafir Quraisy pun bersepakat untuk membunuh Rasulullah SAW. Namun, sebelum melakukannya, mereka berusaha menjumpai Abu Thalib terlebih dahulu. Suatu saat para pembesar Quraisy datang kepada Abu Thalib. Mereka lalu mengatakan, “Keponakan anda mencaci-maki sesembahan dan agama kami, menyebut kami orang-orang jahil (bodoh). Dia juga mengatakan bahwa nenek moyang kami adalah orang-orang sesat. Sekarang hukum dia atau biar kami yang melakukan. Kami tidak bisa bersabar lagi menghadapinya.”
Abu Thalib menyadari situasi gawat yang dihadapinya. la memanggil keponakan tercintanya dan menceritakan semua yang dikatakan oleh para pembesar Quraisy. la berkata, “Jagalah dirimu dan diriku dan jangan membebaniku dengan sesuatu yang melebihi kemampuanku.”
Mendengar hal itu, dengan tenang dan teguh hati, Rasulullah SAW menjawab, “Walaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku berpaling dari risalah yang aku bawa, aku tidak akan berhenti sampai Allah SWT mengantarkan aku pada kejayaan Islam atau aku binasa karenanya.
Tersentuh oleh nada tinggi dari jawaban keponakan tersayangnya, Abu Thalib menjawab, “Lakukan apa yang ingin kamu lakukan! Demi Tuhan Pemelihara Ka’bah, aku tidak akan menyerahkanmu pada mereka.”
……..
Sungguh luar biasa keteguhan hati Rasulullah SAW. Beliau hanya takut pada Allah SWT semata, padahal saat itu pengikutnya masih sedikit sekali. Jangan sampai kita sia-siakan pengorbanan beliau, apalagi sampai mengorbankan keimanan kita untuk sekedar alasan dunia semata. Allahuma shalli ‘ala sayyidina Muhammad.
alhamdulillahirabbilalaminReferensi:
A. Hakim Khan, The Prophet and Islam

Tips Syiar Remaja Muslim

Apakah kamu remaja muslim/muslimah yang sedang kesulitan untuk memelihara keimanan atau mensyiarkan Islam di tengah komunitas non muslim? atau mungkin teman-teman kamu sekarang anak-anak muslim yang ‘terlalu gaul’ sehingga melupakan ajarannya? atau mungkin saat ini kamu sedang belajar di negara orang yang mayoritas beragama non islam? Jika demikian, mohon luangkan waktu sedikit untuk membaca tips-tips berikut ini. Insya Allah ada hal positif yang bisa membantu kamu :-)
  1. Luruskan dan niatkan setiap kegiatan kamu hanya untuk Allah SWT.
    Kapanpun, dimanapun dan apapun yang sedang kamu lakukan, baik sendirian maupun bersama teman-teman, usahakan selalu mengingat Allah SWT. Berdoalah dan niatkanlah semuanya hanya demi Allah SWT.
  2. Praktekkan selalu apa yang kamu katakan.
    Kerjakanlah selalu apa yang kamu katakan pada teman-teman. Yakinkan teman-teman kamu bahwa Islam memang menjadi panduan hidup dan selalu konsisten kamu kerjakan.
  3. Teladani Al-Qur’an dan Sirah Rosulullah SAW dalam mensyiarkan Islam.
    Banyak sekali pelajaran mengenai cara syiar Rasulullah SAW dalam menyebarkan Islam yang terdapat di Al-Qur’an dan Sirahnya. Gunakan itu sebagai panduan syiar Islam kamu.
  4. Jangan menilai teman kamu hanya dari wajah atau penampilannya.
    Terkadang wajah dan penampilan bisa menipu. Bisa saja teman kamu yang pendiam dan sopan ternyata punya pekerjaan sampingan sebagai penari striptis, atau sebaliknya, bisa saja teman kamu yang nyentrik dan gaul, ternyata adalah seorang muslim yang taat. Hadapilah setiap orang dengan sikap yang sama, seakan-akan kamu belum mengenal mereka.
  5. Tersenyumlah :-)
    Banyak sekali kita jumpai muslim yang taat menunjukkan wajah serius bahkan terlihat sebal jika diantara kalangan non muslim. Salah! Seperti kata Pak Mario Teguh, Tersenyumlah! dan perhatikan apa yang terjadi :-)
  6. Ambillah inisiatif pertama jika bepergian bersama mereka.
    Usahakan selalu ambil inisiatif pertama jika akan bepergian. Jauhkan teman-teman kamu dari tempat-tempat yang tidak baik.
  7. Tunjukkan pada mereka bahwa Islam itu tetap relevan kapanpun juga.
    Banyak orang yang beranggapan bahwa Islam itu kuno dan ketinggalan zaman. Tunjukkan pada mereka bahwa ajaran Islam itu relevan kapanpun juga.
  8. Ajaklah mereka untuk ikut kegiatan sosial bersama kamu.
    Ketika ada kegiatan amal atau sosial, ajaklah teman-teman kamu untuk ikut serta. Partisipasi mereka akan banyak berpengaruh positif pada kedekatan kamu dengan mereka, dan terbukanya hati mereka untuk menolong sesama.
  9. Tanyakan kepada mereka 4 hal mendasar.
    Pada setiap kesempatan, pancinglah mereka untuk menjawab 4 pertanyaan ajaib ini. Empat pertanyaan ini seringkali dapat dengan mudah mengarahkan pembicaraan kepada Allah dan Islam dengan halus.
    a. Apa tujuan hidup kamu dan apa yang membuat kamu bahagia secara jujur dari hati terdalam?
    b. Apa sih yang kamu percayai?
    c. Kepada siapa seharusnya kita berterimakasih atas semua nikmat ini?
    d. Apakah semua keberhasilan kamu sampai hari ini tanpa bantuan orang lain?
  10. Lakukan dan tunjukkan kepada mereka bahwa sholat 5 waktu itu terpenting dari semua kegiatan.
    Tunjukkan pada mereka bahwa sholat 5 waktu itu adalah yang terpenting dalam semua waktu kamu. Katakanlah pada mereka bahwa itulah saat-saat kita berhubungan langsung dengan Allah SWT dan saat itu, kita bisa meminta bantuan apapun kepada-Nya. Jika teman kamu sedang menghadapi masalah, ajaklah dia untuk berdoa atau bahkan ikut sholat dengan kamu.
  11. Angkatlah sikap-sikap orang dewasa yang positif di depan teman-temanmu.
    Seringkali anak-anak muda menganggap orang dewasa (termasuk orang tua mereka) kuno dan -maaf- ‘bodoh’. Tunjukkan rasa hormat kamu pada orang-orang dewasa dan pujilah sikap orang dewasa yang positif, misalnya: ketika ada yang menolong anak muda lain, atau ketika ada da’i yang memberikan dakwah yang menarik, atau ketika ada yang memberi sumbangan dana untuk bencana, dll. Hal-hal itu tidak hanya akan membuka perspektif baru bagi teman-teman kamu, tapi juga akan membuat mereka lebih hormat pada orang tua mereka. Ingatlah, hormat kepada orang tua sangat dinilai tinggi dalam Islam.
  12. Dukunglah dan bantulah teman kamu yang meneladani atau mulai mengikuti ajaran Islam.
    Ketika pada akhirnya ada seorang teman kamu yang tertarik dan berusaha mengikuti ajaran Islam, segera bantu dan dukunglah dia semaksimal mungkin. Hadirlah selalu di dekatnya agar imannya yang masih lemah terus terbina dengan kehadiran kamu.
Semoga hal-hal di atas bisa membantu kamu. Ingatlah bahwa dakwah itu bukan hak seorang muslim, tapi merupakan KEWAJIBAN kita. Setiap kita punya tugas untuk mensyiarkan cahaya Islam kepada siapapun juga, dimanapun kita berada dan siapapun teman-teman kita. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan meridhoi langkah kita. Amiiin. Sukses teman-teman :-)
alhamdulillahirabbilalamin
Referensi:
  1. http://www.soundvision.com/info/parenting/teens/12tips.asp
  2. Sheema Khan, seorang pendiri Muslim Youth of North America (MYNA) advisor for eastern Canada

Bagaimana Dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?

Oleh : Ustadz Muhammad Umar As-Sewed
Setelah wahyu yang turun sempat berhenti, maka ayat pertama yang turun setelah itu adalah Surat Al-Muddatstsir: 1-7, sebagaimana tercantum dalam shahih Bukhari dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan (yang artinya):
“Ketika aku berjalan, aku mendengar suara dari langit, maka aku mengangkat pandanganku. Kulihat malaikat yang datang kepadaku di gua Hira dalam keadaan duduk di atas kursi, di antara langit dan bumi. Sehingga aku jadi takut daripadanya dan bergegas pulang. Lalu aku berkata: selimuti aku, selimuti aku.
Maka Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ﴿١﴾ قُمْ فَأَنْذِرْ﴿٢﴾ وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ﴿٣﴾ وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ﴿٤﴾ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ﴿٥﴾ وَلاَ تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ﴿٦﴾ وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ ﴿المدثر: ١-٧﴾
“Wahai orang-orang yang berselimut. Bangunlah dan berilah peringatan. Dan Rabb-mu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan kejelekan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabb-mu, bersabarlah.” (Al-Muddatstsir: 1-7).
Maka setelah itu, wahyu banyak yang datang secara berturut-turut.”
Syaikh Al-Mubarakfuri dalam kitab Rahiqul Makhtum mengatakan bahwa:
1) Tujuan diperintahkannya beliau untuk memberi peringatan adalah agar tidak tersisa seorang pun yang menyelisihi Allah di alam ini, kecuali sudah mendapatkan peringatan tentang akibatnya yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta’ala (adzab).
2) Tujuan dibesarkannya Allah adalah agar tidak tersisa pada seorang pun kesombongan di muka bumi ini kecuali akan hancur kekuatannya.
3) Tujuan disucikannya pakaian dan dijauhinya kejelekan adalah agar mencapai kesucian (tazkiyyah) lahir dan batin hingga menjadi teladan tinggi bagi manusia.
4) Tujuan dilarangnya memberi dengan harapan akan mendapatkan imbalan yang lebih banyak (dari manusia) adalah agar tidak menganggap perbuatan-perbuatannya sebagai sesuatu yang besar, dan akan terus berusaha menambah amalan dengan amalan berikutnya. Juga terus banyak berusaha dan berkorban kemudian lupa pada semua amalan tersebut. Dan harapannya hanya pada Allah (yakni merasa belum seberapa apa yang dia korbankan).
5) Ayat terakhir (yakni perintah untuk sabar) merupakan isyarat kepada kalian tentang apa yang akan dialaminya (dalam menjalankan tugasnya berdakwah) yaitu pertentangan, celaan, cemoohan, dll.” (Dinukil secara ringkas dari kitab beliau).
Dengan demikian, turunnya Surat Al-Muddatsir ini merupakan pengangkatan beliau sebagai Rasul (utusan) Allah yang membawa tugas dakwah dan memberi peringatan. Ini senada dengan ucapan Ibnul Qayyim yang telah dinukil pada edisi yang lalu bahwa beliau diangkat sebagai Nabi dengan “Iqra” dan diangkat sebagai Rasul dengan “Al-Muddatsir”.
Dengan turunnya surat ini, maka mulailah beliau berdakwah dengan dakwah seperti apa yang dilakukan oleh para Nabi sebelumnya, yaitu mengajak manusia untuk beribadah hanya kepada Allah (tauhid) dan dengan cara hanya mengikuti Rasul-Nya (ittiba’), sebagaimana Allah telah kisahkan dakwah pada Rasul, mulai rasul pertama Nuh sampai Isa alaihimus salam. Allah berfirman tentang Nuh:
كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ الْمُرْسَلِينَ﴿١٠٥﴾ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ نُوحٌ أَلاَ تَتَّقُونَ﴿١٠٦﴾ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ﴿١٠٧﴾ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ ﴿الشعراء: ١٠٥-١٠٨﴾
“Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul. Ketika berkata saudara mereka Nuh, “Tidakkah kalian mau bertakwa?” Sesungguhnya aku adalah Rasul yang dapat dipercaya. Maka bertakwalah pada Allah dan taatlah kepadaku (108).” (Asy-Syu’ara`: 105-108)
Allah berfirman pula tentang Hud alaihis salam:
كَذَّبَتْ عَادٌ الْمُرْسَلِينَ﴿١٢٣﴾ إِذْ قَالَ لَهُمْ أَخُوهُمْ هُودٌ أَلاَ تَتَّقُونَ﴿١٢٤﴾ إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ﴿١٢٥﴾ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ ﴿الشعراء: ١٢٣-١٢٦﴾
“Kaum Ad telah mendustakan para Rasul. Ketika berkata saudara mereka Hud, “Tidakkah kalian mau bertakwa?” Sesungguhnya aku adalah utusan yang terpercaya. Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.” (Asy-Syu’ara`: 123-126)
Demikianlah selanjutnya Allah menceritakan tentang dakwah para Nabi tersebut dalam Surat Asy-Syu’ara dengan kalimat yang sama. Sebagaimana dakwah Nabi Shaleh alaihis salam di ayat 141, Nabi Luth alaihis salam di ayat 160, Nabi Syu’aib di ayat 176, dan Nabi Isa alaihis salam dalam surat Az-Zukhruf ayat 63. Mereka semua mengajak kaumnya untuk bertakwa kepada Allah dan taat mengikuti Rasul-rasul utusan-Nya (“Fattaqullah wa athii’un”).
Allah menganggap semua kaum yang mendustakan Nabi-Nya sebagai orang yang mendustakan seluruh para Rasul. Hal ini memang karena semua para Rasul itu misinya sama, yaitu meng-esakan Allah dalam ibadah dan memberantas kesyirikan-kesyirikan. Adapun cara beribadahnya kepada Allah adalah dengan mengikuti Rasul-Nya masing-masing.
Demikian pula dengan Rasul yang terakhir, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah Nabi yang penuh kasih sayang dan sangat perhatian kepada umatnya. Allah telah mengutus beliau dengan misi yang sama, yaitu mengajak kepada tauhid agar seluruh manusia, bangsa Arab khususnya, beribadah hanya kepada Allah. Dan meninggalkan peribadatan kepada kuburan orang-orang shalih seperti berhala Latta, tempat-tempat keramat seperti berhala ‘Uzza, dan patung-patung seperti Manat dan Hubal. Juga agar mereka meninggalkan kepercayaan kepada dukun-dukun semacam ‘Amr bin Luhai yang meminta bantuan kepada jin. Cobalah simak tentang dakwah Rasulullah ini dari hadits Bukhari tentang kisah pembicaraan Abu Sufyan (di kala dia belum masuk Islam) dengan pembesar Romawi (Heraklius) dalam suatu dialog yang panjang, di antaranya:
قَالَ مَاذَا يَأْمُرُكُمْ؟ قُلْتُ: يَقُوْلُ اُعْبُدُوْا اللهَ وَحْدَهُ وَلاَ تُشْرِكُوْا بِهِ شَيْئًا وَاتْرُكُوْا مَا يَقُوْلُ آبَاؤُكُمْ وَيَأْمُرُنَا بِالصَّلاَةِ وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ وَالصِّلَةِ… ﴿رواه البخاري﴾
(Heraklius) bertanya: Apa yang dia (Rasulullah) perintahkan kepada kalian? (Abu Sufyan) menjawab: “beliau menyerukan ‘beribadahlah kalian kepada Allah saja dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan tinggalkanlah apa-apa yang diucapkan oleh bapak-bapak kalian.’ Beliau memerintahkan kepada kami untuk shalat, kejujuran, menjaga diri, dan menghubungkan silaturahmi… [HR. Bukhari]
Demikian pula makna perintah Allah (yang artinya): “dan jauhilah rujz.” (Al-Muddatsir: 5). Dikatakan dalam tafsir Ibnu Katsir: “Berkata Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas: ar-rujz adalah berhala-berhala, maka jauhilah dia. Demikian pula Ikrimah, Qatadah dan Zuhri. Sedangkan Ibnu Zaid mengatakan: dia adalah patung-patung.” Dengan demikian, makna ayat tersebut di atas adalah perintah untuk menjauhi dan menjauhkan kesyirikan.
Beliau pun mengajak mereka untuk beriman bahwa beliau adalah seorang Rasul (utusan) Allah dan memerintahkan mereka untuk mengikutinya serta beribadah dengan caranya. Beliau bersabda dalam masalah shalat:
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي ﴿رواه البخاري﴾
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” [HR. Bukhari]
Dan tentang haji, beliau bersabda:
خُذُوْا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ ﴿أخرجه مسلم (١٢٦٧)﴾
“Ambillah dariku manasik haji kalian.” [HR. Muslim]
Demikian pula dengan berbagai ucapan beliau lainnya yang mengajak dan memerintahkan untuk mengikutinya, sehingga Allah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا ﴿الأحزاب: ٢١﴾
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Akhir dan dia banyak mengingat (Allah).” (Al-Ahzab: 21)
Demikian dakwah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti dakwah para Nabi sebelumnya yaitu mengajak kepada “tauhidullah” dan “ittiba’ Rasul”.
Di samping memiliki persamaan misi dalam dakwah dengan para Nabi lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai kelebihan yang lain dari yang lain. Beliau bersabda:
أُعْطِيْتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرَّعْبِ مَسِيْرَةَ شَهْرٍ، وَجُعِلَتْ لِي اْلأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُوْرًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلاَةُ فَلْيُصَلِّ، وَأُحِلَّتْ لِي الْغَنَائِمُ وَلَمْ تُحِلَّ ِلأَحَدٍ قَبْلِي، وَأُعْطِيْتُ الشَّفَاعَةَ، وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً ﴿رواه البخاري ومسلم﴾
“Aku diberi lima (keutamaan) yang tidak diberikan pada seorangpun (dari kalangan Nabi) sebelumku: (1) Aku dimenangkan dengan rasa takut (pada musuh) sejarak sebulan perjalanan. (2) Dijadikan untukku bumi sebagai masjid dan suci (dapat dipakai tayammum), siapa saja yang menemui waktu shalat maka hendaklah dia kerjakan shalat. (3) Dihalalkan bagiku ghanimah (rampasan perang) dan tidak dihalalkan bagi seorangpun sebelumku. (4) Aku diberi syafaat. (5) Dan dahulu, Nabi itu diutus kepada kaumnya (masing-masing) sedang aku diutus kepada manusia seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Riwayat ini menunjukkan tentang kekuasaan yang Allah berikan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang tidak dimiliki Nabi-nabi sebelumnya, yaitu:
1. Dimenangkannya beliau dari rasa takut pada musuhnya, walaupun jaraknya masih satu bulan perjalanan.
2. Dijadikannya bumi sebagai masjid dan suci. Sehingga, seorang musafir dari umat beliau jika menemui waktu shalat, ia dapat shalat di manapun. Dan jika tidak ada air, debu di bumi manapun bisa dipakai sebagai tayammum.
3. Dihalalkannya harta rampasan perang.
4. Diberikannya syafaat bagi beliau.
5. Bahwa dakwahnya luas sifatnya dan umum (universal) untuk seluruh manusia, bukan hanya untuk kaumnya saja (Bangsa Arab). Dengan demikian, perbedaan antara dakwah beliau dengan dakwah Nabi sebelumnya adalah dakwah beliau merupakan rahmat untuk seluruh alam (rahmatan lil alamin). Dengan kondisi yang demikianlah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai berdakwah.
Secara ringkas, perjalanan dakwah beliau adalah seperti apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim: “…beliau diangkat sebagai Rasul dengan “Al-Muddatsir”, kemudian Allah perintahkan dia untuk memperingatkan keluarganya yang terdekat. Setelah itu, memperingatkan kaumnya (Quraisy), kemudian memperingatkan orang-orang sekitarnya dari kalangan Arab, kemudian memperingatkan bangsa Arab secara keseluruhan. Barulah kemudian memperingatkan seluruh alam. Selama beberapa tahun beliau menjalankan dakwahnya tanpa melalui perang dan tanpa memungut jizyah (upeti). Allah perintahkan beliau agar “menahan” tangannya (dari mengangkat senjata) dan bersikap sabar. Setelah itu, beliau diizinkan Allah untuk berhijrah, diikuti pula dengan perintah untuk memerangi orang-orang yang memeranginya dan “menahan” tangannya (dari mengangkat senjata) dari orang-orang yang tidak memeranginya. Setelah ini berjalan, barulah datang perintah untuk menghajar kaum musyrikin seluruhnya. Hingga agama ini semua hanyalah untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim. Maka dengan turunnya surat Al-Muddatsir, mulailah beliau berdakwah kepada orang yang paling dekat dengannya, yaitu istrinya (Khadijah bintu Khuwailid) dan keluarganya serta shahabat-shahabatnya yang terdekat. Beliau mengajak mereka secara perorangan (fardiyah) kepada Islam dan iman kepadanya. Maka istrinya pun beriman kepadanya, sebagai wanita pertama yang masuk Islam. Setelah itu, muncul Ali bin Abi Thalib, sebagai remaja pertama yang menyambut dakwah beliau. Di antara shahabat-shahabat beliau yang menyambut dakwahnya tanpa keraguan sedikitpun adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu anhu. Memang demikianlah keadaan Abu Bakar sehingga ia dijuluki oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan “Ash-Shiddiq”. Karena ketika dia mendengar ajakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan serta-merta dia menjawab: “ayah ibuku sebagai jaminan, sungguh engkau pemilik kejujuran, aku bersaksi tiada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan engkau adalah Rasulullah.” Sungguh ini suatu hal yang sangat menggembirakan karena beliau radhiallahu anhu adalah seorang bangsawan Quraisy yang kaya dan dermawan serta memiliki akhlak yang mulia, sehingga sangat dicintai orang-orang Quraisy. Maka, dengan perantaraan dakwahnya, beberapa shahabat masuk Islam seperti Utsman bin Affan, Zubair bin ‘Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah, dll. Demikianlah, dakwah Islam -saat itu- menjadi tersebar di kalangan mereka dari mulut ke mulut (sirriyah).
Setelah itu, turunlah perintah shalat walaupun shalat pada waktu itu hanya diperintahkan dua rakaat pada pagi hari dan dua rakaat lagi pada sore hari. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالإِبْكَارِ ﴿غافر: ٥٥﴾
“Dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu pada sore dan pagi hari.” (Ghafir: 55)
Demikianlah sebagaimana yang disebutkan oleh Muqatil bin Sulaiman yang dinukil dari Rahiqul Makhtum. Di samping itu, penulis kitab tersebut juga mengutip pula ucapan dari Ibnu Hajar bahwa dia berkata: “Rasulullah mengerjakan shalat sebelum (mengalami) isra’ secara qath’i (tegas), demikian pula shahabat-shahabatnya. Tetapi para ulama berselisih dalam hal apakah shalat yang diwajibkan itu shalat lima waktu ataukah tidak? Maka dikatakan bahwa kewajiban shalat pada waktu itu (hanya) sebelum matahari terbit dan sebelum terbenamnya.”
Dalam kitab Rahiqul Makhtum itu pula telah ditulis suatu riwayat dari Harits bin Usamah dari jalan Ibnu Lahi’ah secara maushul (berantai) dari Zaid bin Haritsah radhiallahu anhu yang bunyinya: “bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, pada awal-awal turunnya wahyu, didatangi oleh Jibril yang mengajari beliau cara berwudhu (dan shalat).” Ibnu Abbas mengatakan: “dan itu merupakan kewajiban pertama.” Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya jika masuk waktu shalat, mereka pergi ke Syi’b (lembah yang terlindung dengan bukit-bukit untuk shalat, agar tersembunyi dari kaumnya). Syaikh Al-Mubarakfuri setelah menukil ucapan Ibnu Hisyam di atas, mengatakan: “Tampaknya setelah meneliti dari segala sisinya dan dari kejadian-kejadiannya bahwa dakwah pada tahapan ini walaupun sirriyah dan fardiyyah, tetap sampai pula beritanya ke telinga orang-orang Quraisy. Walaupun demikian, mereka belum menanggapi dakwah tersebut.”
Pelajaran yang Bisa Diambil
1. Dari surat Iqra’ dan Al-Muddatsir dapat kita ambil pelajaran bahwa seorang juru dakwah harus memiliki persiapan-persiapan sebagai berikut:
a) Membekali diri dengan ilmu
b) Membersihkan diri secara lahir dan batin; membersihkan badan dan pakaian dari kotoran serta najis; membersihkan jiwanya dari kesyirikan dan maksiat.
c) Ikhlas dalam memberikan dan mengamalkan sesuatu.
d) Sabar.
Sedangkan tugasnya adalah:
a) memberi peringatan.
b) mengagungkan Allah.
c) menjauhi dan menjauhkan segala kesyirikan dan kejelekan.
2. Bahwa seluruh dakwah para Nabi adalah tauhidullah (mengesakan Allah dalam ibadah dan menjauhi kesyirikan) dan ittiba’ Rasul (beribadah dengan mengikuti sunnah Rasul).
3. Bahwa seluruh dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlaku umum untuk seluruh manusia, baik Arab maupun ‘Ajam (non Arab).
4. Bahwa akhlak yang baik sangat mempengaruhi berhasil tidaknya dakwah, khususnya masalah kejujuran.
5. Pentingnya shalat karena dia merupakan kewajiban yang pertama di awal-awal turunnya wahyu.
6. Bahwa dakwah bisa dilakukan secara fardiyyah dari mulut ke mulut (secara perorangan).
7. Dakwah sirriyyah dilakukan di kala ajaran Islam belum dikenal oleh seorang pun dan (dilakukan) terhadap orang-orang yang kafir. Demikian pula dilakukannya shalat secara sembunyi-sembunyi adalah terhadap orang-orang yang kafir.
8. Bahwa pada tahapan ini, orang-orang Quraisy pun sudah mengetahuinya, tetapi tidak menanggapinya sehingga ini membuktikan bahwa marhalah (tahapan) ini lebih dekat kalau dikatakan dakwah fardiyyah. Beliau menyampaikannya hanya kepada orang-orang yang dia percaya dan diduga akan menerima dakwahnya. Jadi dakwah tidak disyi’arkan secara umum.
9. Dengan demikian, jelaslah kesalahan kelompok-kelompok dakwah yang sampai menghalalkan dusta untuk merahasiakan dakwahnya, karena mayoritas manusia di sekitarnya adalah kaum muslimin. Mengapa mereka menyembunyikan ajarannya? Apakah ajarannya lain dengan kita? Atau menganggap kita semua adalah orang-orang kafir? Maka jawabnya: kalau mereka berbeda dengan ajaran Islam yang berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka mereka adalah ahli bid’ah. Wajib kaum muslimin untuk menghindari mereka. Kalau mereka menganggap kita dan (menganggap) mayoritas kaum muslimin adalah kafir, maka mereka adalah khawarij. Wajib bagi kita untuk berhati-hati terhadap mereka. Dan kalau ajarannya memang berdasarkan Al-Qur`an dan As-Sunnah dengan pemahaman yang benar, mengapa harus disembunyikan dakwah terhadap sesama kaum muslimin? Wallahu Ta’ala a’lam.
Maraji’:
1. Siroh Ibnu Hisyam
2. Mukhtashar Siroh Ibnu Hisyam oleh Abdus Salam Harun
3. Siroh Shahihah oleh Dr. Akram Dhiya’ul Umari
4. Rahiqul Makhtum oleh Syaikh Al-Mubarakfuri
5. Nurul Yaqin oleh Muhammad Hudhari Bik
Sumber: Majalah Salafy/Edisi III/Syawwal /1416/1996 rubrik Siroh
Url Sumber:
http://salafy.iwebland.com/baca.php?id=40

Rabu, 20 Juni 2012

Asal usul Shalawat Badar


Asal usul Shalawat Badar
Qosidah Sholawat Badr dapat di dengar/unduh di http://rahmatns.multiply.com/music/item/285/Haul_Syuhada_Badr_AlKubro_Nuzulul_Quran


Sholawat Badar adalah rangkaian sholawat berisikan tawassul dengan nama Allah, dengan Junjungan Nabi s.a.w. serta para mujahidin teristimewanya para pejuang Badar. Sholawat ini adalah hasil karya Kiyai Ali Manshur, yang merupakan cucu Kiyai Haji Muhammad Shiddiq, Jember. Oleh itu, Kiyai 'Ali Manshur adalah anak saudara/keponakan Kiyai Haji Ahmad Qusyairi, ulama besar dan pengarang kitab ""Tanwir al-Hija" yang telah disyarahkan oleh ulama terkemuka Haramain, Habib 'Alawi bin 'Abbas bin 'Abdul 'Aziz al-Maliki al-Hasani, dengan jodol "Inarat ad-Duja".

Diceritakan bahwa asal mula karya ini ditulis oleh Kiyai 'Ali Manshur sekitar tahun 1960an, pada waktu umat Islam Indonesia menghadapi fitnah Partai Komunis Indonesia (PKI). Ketika itu, Kiyai 'Ali adalah Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi dan juga seorang Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama di situ. Keadaan politik yang mencekam saat itu dan kebejatan PKI yang merajalela membunuh massa, bahkan banyak kiyai yang menjadi mangsa mereka, maka terlintaslah di hati Kiyai 'Ali, yang memang mahir membuat syair 'Arab sejak nyantri di Pesantren Lirboyo Kediri, untuk menulis satu karangan sebagai sarana bermunajat memohon bantuan Allah SWT untuk meredam fitnah politik saat itu bagi kaum muslimin khususnya Indonesia. Dalam keadaan tersebut, Kiyai 'Ali tertidur dan dalam tidurnya beliau bermimpi didatangi manusia-manusia berjubah putih - hijau, dan pada malam yang sama juga, isteri beliau bermimpikan Kanjeng Nabi s.a.w. Setelah siang, Kiyai 'Ali langsung pergi berjumpa dengan Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi dan menceritakan kisah mimpinya tersebut. Habib Hadi menyatakan bahwa manusia-manusia berjubah tersebut adalah para ahli Badar. Mendengar penjelasan Habib yang mulia tersebut, Kiyai 'Ali semakin bertekad untuk mengarang sebuah syair yang ada kaitan dengan para pejuang Badar tersebut. Lalu malamnya, Kiyai 'Ali menjalankan penanya untuk menulis karya yang kemudiannya dikenali sebagai "Sholawat al-Badriyyah" atau "Sholawat Badar".maka terjadilah hal yang mengherankan keesokan harinya, orang-orang kampung mendatangi rumah beliau dengan membawa beras dan bahan makanan lain. Mereka menceritakan bahwa pada waktu pagi shubuh mereka telah didatangi orang berjubah putih menyuruh mereka pergi ke rumah Kiyai 'Ali untuk membantunya kerana akan ada suatu acara diadakan di rumahnya. Itulah sebabnya mereka datang dengan membawa barang tersebut menurut kemampuan masing-masing. yang lebih mengherankan lagi adalah pada malam harinya, ada beberapa orang asing yang membuat persiapan acara tersebut namun kebanyakan orang-orang yang tidak dikenali siapa mereka.

Menjelang keesokan pagi harinya, serombongan habaib yang diketuai oleh Habib 'Ali bin 'Abdur Rahman al-Habsyi Kwitang tiba-tiba datang ke rumah Kiyai 'Ali tanpa memberi tahu terlebih dahulu akan kedatangannya. Tidak tergambar kegembiraan Kiyai 'Ali menerima para tamu istimewanya tersebut. Setelah memulai pembicaraan tentang kabar dan keadaan Muslimin, tiba-tiba Habib 'Ali Kwitang bertanya mengenai syair yang ditulis oleh Kiyai 'Ali tersebut. Tentu saja Kiyai 'Ali terkejut karena hasil karyanya itu hanya diketahui dirinya sendiri dan belum disebarkan kepada seorangpun. Tapi beliau mengetahui, ini adalah salah satu kekeramatan Habib 'Ali yang terkenal sebagai waliyullah itu. Lalu tanpa banyak bicara, Kiyai 'Ali Manshur mengambil kertas karangan syair tersebut lalu membacanya di hadapan para hadirin dengan suaranya yang lantang dan merdu. Para hadirin dan habaib mendengarnya dengan khusyuk sambil menitiskan air mata karena terharu. Setelah selesai dibacakan Sholawat Badar oleh Kiyai 'Ali, Habib 'Ali menyerukan agar Sholawat Badar dijadikan sarana bermunajat dalam menghadapi fitnah PKI. Maka sejak saat itu masyhurlah karya Kiyai 'Ali tersebut. Selanjutnya, Habib 'Ali Kwitang telah mengundan para ulama dan habaib ke Kwitang untuk satu pertemuan, salah seorang yand diundang diantaranya ialah Kiyai 'Ali Manshur bersama pamannya Kiyai Ahmad Qusyairi. Dalam pertemuan tersebut, Kiyai 'Ali sekali lagi diminta untuk mengumandangkan Sholawat al-Badriyyah gubahannya itu. Maka bertambah masyhur dan tersebar luaslah Sholawat Badar ini dalam masyarakat serta menjadi bacaan populer dalam majlis-majlis ta'lim dan pertemuan.

Maka tak heran bila sampai sekarang Shalawat Badar selalu Populer. di Majelis Taklim Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsyi sendiri di Kwitang tidak pernah tinggal pembacaan Shalawat Badar tersebut setiap minggunya. untuk lebih lengkapnya tentang cerita ini teman2 milis MR dan teman temanku seiman dapat membaca buku yang berjudul "ANTOLOGI Sejarah Istilah Amaliah Uswah NU" yang disusun oleh H. Soeleiman Fadeli dan Muhammad Subhan. semoga Allah memberikan sebaik-baik ganjaran dan balasan buat pengarang Sholawat Badar serta para habaib yang berperan serta mempopulerkan Shalawat tersebut kepada kita kaum muslimin. Al-Fatihah.....
Shalatullah salamullah ala toha rasulillah
Shalatullah salamullah ala yasin habibillah…


Hampir bisa dipastikan semua orang Nahdlatul Ulama kenal dengan shalawat ini – Shalawat Badar. Shalawat ini adalah shalawat yang banyak sekali faedahnya, menjadi sumber kekuatan dan pertolongan dan wasilah kepada Rasulullah SAW. Tetapi tak banyak yang tahu bahwa shalawat ini diilhamkan kepada seorang Kyai asli Indonesia dari NU, yakni Kyai Ali Mansur, yang semasa hidupnya menjabat sebagai pengurus NU Banyuwangi, Jatim.

Saat itu sekitar tahun 1960-an. Kyai Mansur gelisah karena memikirkan pergolakan politik yang makin kacau; orang-orang PKI makin kuat di daerah pedesaan, sedangkan warga NU terdesak. Pada suatu malam beliau bermimpi didatangi sekelompok Habaib berpakaian putih-hijau, dan pada saat yang sama istrinya bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Beliau menanyakan mimpi ini kepada seorang Habib ahli kasyaf, Habib Hadi al-Haddar Banyuwangi. Oleh Habib dijawab bahwa itu adalah para pahlawan perang Badar.

Dua mimpi istimewa suami-istri ini menjadikan dirinya memperoleh ilham untuk menulis syair dan shalawat. Yang lebih aneh, esok harinya tetangga berdatangan membawa banyak bahan makanan, seolah-olah akan ada acara besar. Para tetangga ini bercerita bahwa pagi-pagi buta rumah mereka diketuk oleh orang-orang berjubah putih yang memberi tahu bahwa Kyai Ali Mansur akan ada kegiatan besar. Kyai Ali Mansur bingung karena tak punya hajatan besar apapun; namun para tetangga bergotong royong memasak di dapur sampai malam, siap-siap menyambut kedatangan tamu esok pagi.

Pagi hari, Kyai Ali Mansur duduk di rumahnya sambil bertanya-tanya siapa tamunya.. Lalu menjelang matahari muncul datanglah serombongan habaib dipimpin oleh Habib Ali ibn Abdurrahman al-Habsyi dari Kwitang, Jakarta.

Setelah mereka berbincang, Habib Ali Kwitang bertanya kepada Kyai Mansur “mana syair yang ente buat kemarin? Mohon bacakan dan lagukan di depan kami semua.” Kyai Ali Mansur kaget karena Habib Ali tahu apa yang dikerjakannya kemarin malam, padahal beliau belum bercerita kepada siapapun dan lagipula baru kali ini Habib Ali Kwitang datang jauh-jauh dari Jakarta ke Banyuwangi.

Kyai Ali Mansur kemudian membacakan syair itu sambil dilagukan. Dan memang Kyai yang satu ini suaranya sangat bagus. Para habaib mendengarkan, dan tak lama kemudian mereka menangis. Selesai dibaca, Habib Ali Kwitang berdiri dan berkata, “Ya Akhi, mari kita lawan Genjer-genjer PKI dengan Shalawat Badar!” Kemudian Kyai Ali Mansur diundang ke Kwitang untuk mempopulerkan Shalawat Badar di sana.

Karena itulah bacaan Shalawat Badar ini sering dipakai dalam istigotsah dan sering diamalkan para santri yang sedang menghadapi berbagai kesulitan. Meski sebagian kalangan non-NU menganggap shalawat ini bid’ah, namun dalam kenyataannya, para Wali Allah tak menganggapnya bid’ah dan bahkan mengakui dan mengamalkannya, seperti dicontohkan oleh ulama besar Habib Ali Kwitang.

Mudah2an kita diberi kelapangan dan kemampuan oleh Allah untuk mengamalkannya, membebaskan segala duka cita kita lantaran berkah Rasul dan para pahlawan badar…

Ilahi sallimil ummah minal aafati wan niqmah
wa min hamin wamin ghummah, bi ahlil badri yaa Allah….
Membaca Shalawat untuk Nabi

Membaca shalawat adalah salah satu amalan yang disenangi orang-orang NU, disamping amalan-amalan lain semacam itu. Ada shalawat “Nariyah”, ada “Thibbi Qulub”. Ada shalawat “Tunjina”, dan masih banyak lagi. Belum lagi bacaan “hizib” dan “rawatib” yang tak terhitung banyaknya. Semua itu mendorong semangat keagamaan dan cita-cita kepada Rasulullah sekaligus ibadah.

Salah satu hadits yang membuat kita rajin membaca shalawat ialah: Rasulullah bersabda: Siapa membaca shalawat untukku, Allah akan membalasnya 10 kebaikan, diampuni 10 dosanya, dan ditambah 10 derajat baginya. Makanya, bagi orang-orang NU, setiap kegiatan keagamaan bisa disisipi bacaan shalawat dengan segala ragamnya.

Salah satu shalawat yang sangat popular ialah “Shalawat Badar”. Hampir setiap warga NU, dari anak kecil sampai kakek dan nenek, dapat dipastikan melantunkan shalawat Badar. Bahkan saking populernya, orang bukan NU pun ikut hafal karena pagi, siang, malam, acara dimana dan kapan saja “Shalawat Badar” selalu dilantunkan bersama-sama.

Shalawat yang satu ini, “shalawat Nariyah”, tidak kalah populernya di kalangan warga NU. Khususnya bila menghadapi problem hidup yang sulit dipecahkan maka tidak ada jalan lain selain mengembalikan persoalan pelik itu kepada Allah. Dan shalawat Nariyah adalah salah satu jalan mengadu kepada-Nya.

Salah satu shalawat lain yang mustajab ialah shalawat Tafrijiyah Qurtubiyah, yang disebut orang Maroko shalawat Nariyah karena jika mereka (umat Islam) mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak apa yang tidak disuka, mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat Nariyah ini sebanyak 4444 kali, tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat bi idznillah. Shalawat ini juga oleh para ahli yang tahu rahasia alam.

Imam Dainuri memberikan komentarnya: Siapa membaca shalawat ini sehabis shalat (fardlu) 11 kali digunakan sebagai wiridan maka rejekinya tidak akan putus, disamping mendapatkan pangkat/kedudukan dan tingkatan orang kaya. (Khaziyat al-Asrar, hlm 179)

Simak sabda Rasulullah SAW berikut ini:

وَأخْرَجَ ابْنُ مُنْذَة عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ الله عَنهُ أنّهُ قال قال َرسُوْلُ اللهِ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ: مَنْ صَلّى عَلَيَّ كُلّ يَوْمٍ مِئَة مَرّةٍ – وَفِيْ رِوَايَةٍ – مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي اليَوْمِ مِئَة مَرّةٍ قَضَى اللهُ لَهُ مِئَة حَجَّةٍ – سَبْعِيْنَ مِنْهَا في الأخِرَةِ وَثَلاثِيْنَ فِي الدُّنْيَا – إلى أنْ قال – وَرُوِيَ أن النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عليه وسلم قال : اكْثَرُوا مِنَ الصَّلاةِ عَلَيَّ فَإنّهَا تَحِلُّ اْلعَقْدَ وَتَفْرجُ الكُرَبَ – كَذَا فِيْ النزهَةِ

Hadits Ibnu Mundah dari Jabir, ia mengatakan: Rasulullah SAW bersabda: Siapa membaca shalawat kepadaku 100 kali maka Allah akan mengijabahi 100 kali hajatnya; 70 hajatnya di akhirat, dan 30 di dunia. Sampai kata-kata … dan hadits Rasulullah yang mengatakan: Perbanyaklah shalawat kepadaku karena dapat memecahkan masalah dan menghilangkan kesedihan. Demikian seperti tertuang dalam kitab an-Nuzhah.

Rasulullah di alam barzakh mendengar bacaan shalawat dan salam dan dia akan menjawabnya sesuai jawaban yang terkait dari salam dan shalawat tadi. Seperti tersebut dalam hadits. Rasulullah SAW bersabda: Hidupku, juga matiku, lebih baik dari kalian. Kalian membicarakan dan juga dibicarakan, amal-amal kalian disampaikan kepadaku; jika saya tahu amal itu baik, aku memuji Allah, tetapi kalau buruk aku mintakan ampun kepada Allah. (Hadits riwayat Al-hafizh Ismail Al-Qadhi, dalam bab shalawat ‘ala an-Nabi).

Imam Haitami dalam kitab Majma’ az-Zawaid meyakini bahwa hadits di atas adalah shahih. Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan ampun umatnya (istighfar) di alam barzakh. Istighfar adalah doa, dan doa Rasul untuk umatnya pasti bermanfaat.

Ada lagi hadits lain. Rasulullah bersabda: Tidak seorang pun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku sehingga aku bisa menjawab salam itu. (HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah. Ada di kitab Imam an-Nawawi, dan sanadnya shahih)

KH Munawwir Abdul Fattah
Pengasuh Pesantren Krapyak, Yogyakarta
sumber : http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=11357